Kassian Cephas, Pelopor Fotografi Indonesia

Kassian Cephas

Dalam dunia fotografi, barangkali hanya sedikit yang mengenal Kassian Cephas. Padahal orang Jawa inilah pelopor sekaligus ahli fotografi pertama dari kalangan bumiputera.

Cephas lahir pada 15 Februari 1845. Ia diangkat anak oleh pasangan Belanda yang tinggal di Yogyakarta. Pada usia 16 tahun, Kassian (nama aslinya) masuk Kristen Protestan dan dibaptis di Purworejo oleh pendeta Braams. Pendeta inilah yang memberi nama baptis Cephas, diambil dari bahasa Semit kuno, yang sama artinya dengan Petrus.

Perkenalan Cephas dengan dunia fotografi kemungkinan terjadi ketika bekerja di lingkungan Keraton Yogyakarta. Simon Willem Camerik, yang bekerja sebagai fotografer resmi keraton, adalah orang yang mengajari Cephas mengenai teknik menggunakan kamera.

Karir pertamanya dimulai dengan menjadi juru foto resmi Istana. Ia mulai membuat foto di atas lempengan kaca sejak 1875 dan sebagian besar menggambarkan keluarga dan suasana keraton Kesultanan Yogyakarta.

Cephas sendiri kemudian pada periode tersebut, dia juga membuka studio foto di rumahnya yang berlokasi di Lodji Kecil Wetan yang berada di sebelah timur Benteng Vredeburg

Pada 1885, Cephas ikut dalam kegiatan dokumentasi peninggalan purbakala yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Ilmu-ilmu Purbakala, Geografi, Etnografi, dan Bahasa milik Belanda dan Ijzerman menemukan relief Karmawibhangga yang tersembunyi di Borobudur.

Dengan kamera tradisional, Cephas langsung mengabadikan dengan sangat baik dan jelas. Meski masih menggunakan alat-alat yang sederhana, tanpa bidikan kamera Cephas, relief Karmawibhangga yang terletak di sisi tenggara Candi Borobudur tidak akan pernah terekam. Pasalnya, 160 panil Karmawibhangga itu terkubur rapat di dalam tanah karena juga berfungsi sebagai penyangga konstruksi candi.

Pada sekitar tahun 1889-1890, ia mendapat tugas untuk mendokumentasikan berbagai candi di sekitar Yogyakarta dengan dukungan biaya dari pemerintah kolonial.

Sebagai bentuk penghargaan dalam merekam dan melestarikan budaya, Ratu Wilhelmina menghadiahkan medali Orange-Nassau pada tahun 1901.

Foto-foto Candi Borobudur yang dihasilkan oleh Cephas kemudian dimasukkan dan diterbitkan kedalam buku Barabudur yang disusun oleh N.J. Krom dan Th. van Erp pada tahun 1920.

Cephas meninggal dunia pada 16 November 1912 di Yogyakarta karena sakit dan dimakamkan di pekuburan Kristen. Ketika dipindahkan pada tahun 1963, jejak kuburan Cephas ikut lenyap.

Cephas dikenal sebagai pribadi yang santun dan rendah hati. Klien studio fotonya berasal dari kalangan atas, baik dari masyarakat kolonial maupun lingkungan keraton sehingga sosoknya cukup terkenal di Yogyakarta. Jalan di depan rumah dan studio fotonya di Lodji Kecil Wetan sering disebut sebagai ‘jalan Cephas’.

 

Kassian Cephas, Pelopor Fotografi Indonesia

You May Also Like

About the Author: Arsip Digital

Berbagi informasi dan pengetahuan dalam arsip digital online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *