Batik Sasirangan Kalimantan Selatan

Batik Sasirangan

Kain sasirangan dulunya oleh para lelaki digunakan sebagai ikat kepala (laung), juga sebagai sabuk laksana ikat pinggang. Oleh kaum perempuan sasirangan dijadikan selendang, kakamban (kerudung), atau udat (kemben) dengan tapih bumin (kain sarung).

Batik Sasirangan

Kain Sasaringan ini adalah bahan untuk pakaian adat guna dipakai pada upacara-upacara adat, bahkan digunakan pada pengobatan orang sakit.

Sasirangan itu punya makna dan kekuatan magis, supranatural seperti khasnya warna kuning Banjar, menurut  mendiang Paman Pani, panggilan akrab Ajamuddin Tifani, sastrawan Banjar.

Seiring berjalannya waktu, Kain sasirangan, atau kadang disebut batik sasirangan tidak lagi terbatas di kalangan bangsawan dan adat saja tetapi juga di kalangan masyarakat umum.

Terutama ketika mulai dipopulerkan kembali pada pertengahan tahun 80-an, ketika para pegawai negeri sipil diwajibkan memakai kain batik sasirangan setiap hari Jum’at.

Beberapa lama kemudian menyusul para murid dan siswa, hingga akhirnya menjadi kelaziman.

Belakangan, di tengah keberagaman Indonesia dan dunia, kain sasirangan pun menjadi kebanggaan. Kain ini menjadi pun satu simbol dan penanda budaya Banjar.

Perkembangan terakhir, sasirangan kini juga menjadi pilihan bahan untuk rancangan busana desainer ternama.

Setidaknya ada 16 motif sasirangan yang dikenal sekarang yaitu ada yang disebut Iris Pudak, Kambang Raja, Bayam Raja, Kulit Kurikit, Ombak Sinapur Karang, Bintang Bahambur, Sari Gading.

Yang lain adalah Kulit Kayu, Naga Balimbur, Jajumputan, Turun Dayang, Kambang Tampuk Manggis, Daun Jaruju, Kangkung Kaombakan, Sisik Tanggiling, dan Kambang Tanjung.

Pola-pola ini sudah pula didaftarkan hak patennya sebagai warisan budaya Banjar dari Kalimantan Selatan.

 

Batik Sasirangan Kalimantan Selatan

You May Also Like

About the Author: Arsip Digital

Berbagi informasi dan pengetahuan dalam arsip digital online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *