Seni Klasik Batik Betawi

batik betawi klasik

Batik Betawi sebenarnya mulai berkembang sejak sekitar tahun 1930-an sampai tahun 1940-an di Jakarta, yang dulu dikenal dengan wilayah Batavia. Usaha pembatikan dilakukan baik dalam skala perorangan di industri rumahan atau pun di industri pembatikan yang cukup besar.

Pada masa itu, masyarakat Betawi juga sudah mulai mengenal berbagai teknik membatik, baik yang caranya sederhana, ataupun juga teknik batik cap halus.

Bahkan pada masa tersebut, mereka juga piawai menggunakan pewarna alam, seperti dari akar mengkudu untuk warna merah. Kualitas warna merah dari mengkudu tersebut, dikenal juga dengan batik Palmere, bahkan mendekati warna merah kain batik dari Lasem.

Daerah di Batavia yang banyak daerah pembatikannya pada masa itu, tersebar seperti pembatikan di Karet Tengsin, yang menggarap batik cap dan batik tulis.

Selain itu ada juga daerah Palmerah di Jl. Berdikari, Bendungan Hilir, dan daerah Kebon Kacang. Batik di masa itu juga digarap di daerah Kebayoran Lama. Motif yang banyak waktu itu adalah Pucuk Rebung dan Buket.

Namun, setelah tahun 1970-an, yakni memasuki era tahun ’80 an dan ’90 an harga tanah di Jakarta semakin lama semakin tinggi. Sejalan dengan tingginya kesadaran terhadap kelestarian lingkungan sekitar, maka Pemda DKI mulai menertibkan wilayah yang sebagian ada industri batiknya.

Limbah batik yang dibuang ke sungai, disadari mulai mengganggu pemandangan dan kehidupan masyarakat di daerah alirannya tersebut. Akhirnya lambat laun mereka mulai mengalihkan industrinya dari wilayah Jakarta ke daerah di luar Jakarta, tetapi masih menempel dengan ibukota seperti daerah Tangerang, Bekasi, dan Depok.

Ketika UNESCO tahun 2011 mengakui batik sebagai warisan budaya tak benda, maka hal tersebut juga membawa pengaruh positif bagi berkembangnya batik Betawi, khususnya di daerah Pulogadung (Jakarta Timur), mulai banyak yang menggarap batik.

Tokoh Betawi Ridwan Saidi kembali mengupayakan agar batik Betawi marak lagi, melalui penggunaan motif asli Betawi seperti flora dan fauna berbentuk gambar ikan, burung Bondol, dan burung Ulung-Ulung, serta buaya.

Motifnya juga kian dilengkapi dengan berbagai lokasi bersejarah di Jakarta seperti arus Kali Ciliwung, Tugu Monas, Jembatan Gantung, corak rumah adat Betawi, model rumah kebaya, model gudang, model Salak, Batik Delman Hias, Becak, Ondel-Ondel, dan hiasan gigi balang.

Sejak tahun ’90 an berbagai lembaga sudah saling kerjasama seperti dengan Taman Ismail Marzuki (TIM), untuk memproduksi ikon-ikon kota Jakarta seperti ondel-ondel, delman, Burung Bondel, yang semuanya bebas dilakukan untuk memperkaya corak batik Betawi.

Saat ini upaya melestarikan “batik klasik’ di daerah Jakarta yang biasa dikenal sebagai batik Betawi klasik atau batik Betawi antik atau batik Betawi tempo dulu.

Hasilnya kini sudah ada delapan lokasi yang diakui memang menjadi lokasi pembatikan asli Jakarta, yakni Seraci Batik Betawi, Mawar Batik Betawi, Kebon Bawang Batik Betawi, Gandaria Batik Betawi, Warung None Batik Betawi, Surya Cipta Batik Betawi, Terogong Batik Betawi, dan Milla House.

 

Seni Klasik Batik Betawi

You May Also Like

About the Author: Arsip Digital

Berbagi informasi dan pengetahuan dalam arsip digital online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *